Baitul Hikmah, Senja Antara Sains dan Agama

 Baitul Hikmah, Senja Antara Sains dan Agama

Oleh: Sri Aulia Rahma



Senja menjadi lebih indah karena ia adalah peleburan antara dua perbedaan: siang dan malam. Dulu, di sebuah negeri yang berdiri antara Sungai Tigris dan Sungai Eufrat, pada sebuah masa yang sering disebut Zaman Keemasan, senja itu bernama Baitul Hikmah.


Awal tahu ini, selain melakukan rutinitas harian, saya menghabiskan waktu dengan mengikuti kajian kesejarahan islam, salah satunya bedah buku Origin-nya Dan Brown. Dalam buku tersebut memperlihatkan masalah yang  bermula ketika Edmond Kirsch, seorang ilmuwan, ingin membenturkan teori sains dengan agama lewat penemuannya. Ia berpendapat bahwa dogma agama-agama yang ada tentang penciptaan manusia, termasuk Islam, tidak sesuai dengan teori sains. 


Tapi, kali ini saya ga akan membahas tentang pertentangan teori tersebut. Hal yang ingin saya highlight dari kajian tersebut justru ada di bagian pemaparan awal bukunya Origin, yaitu ketika kilas balik percakapan antara Robert Langdon dan Edmond Kirsch. Saat itu Langdon berkata: 


“Well, science and religion are not competitors, they’re two different languanges trying to tell the same story. There’s room in this world for both.” 


Selanjutnya pemateri mengarahkan pembicaraan dengan membandingkannya dengan buku Lost Islamic History, membahas tentang perjalanan sejarah Islam mulai dari masa pra-kelahiran Rasulullah hingga masa modern sekarang. Dalam bab 5 yaitu Intellectual Golden Ages, dijelaskan tentang periode keemasan intelektual Islam pada masa Dinasti Abbasiyyah. Oke, kita bahas sedikit tentang periode keemasan ini. Pada masa Dinasti Umayyah, sebelum Abbasiyyah, Islam menjadi begitu ekspansif dan getol melakukan ekspedisi militer lintas wilayah. Islam mencapai Spanyol di ujung Barat dan India di ujung Timur. Hal ini membuat Islam masa itu menjadi peradaban dalam sejarah dunia dengan bentang wilayah terpanjang. 2/3 dunia, kawan. Pada masa Dinasti Abbasiyyah, intensitas ekspansi militer mulai berkurang. Arah ekspansi Islam mulai berganti arah, dari intervensi fisik menjadi intervensi pemikiran. Ekspansi intelektual.


And this is the main course. 


Khalifah Abbasiyyah ketujuh, Al Ma’mun, mempunyai perhatian yang lebih terhadap ilmu pengetahuan. Ia berpendapat bahwa peradaban yang terdiri dari masyarakat yang berasal dari berbagai agama, ras, dan golongan dapat kokoh dan maju dengan tingginya budaya keilmuan. Oleh karenanya,  Al Ma’mun mengembangkan Baitul Hikmah atau The House of Wisdom.


Sebenarnya, Baitul Hikmah ini telah berdiri sejak zaman Harun ar Rasyid, Khalifah sebelum Al Ma’mun. Namun, pengembangan Baitul Hikmah menjadi begitu progresif sejak pemerintahan Al Ma’mun.


Secara sederhana. Baitul Hikmah adalah sebuah perpustakaan yang kemudian menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Hari ini, kita mungkin mengenal Library of Congress atau British Library sebagai perpustakaan terbaik dunia. Namun, dulu predikat itu disandang oleh Baitul Hikmah. Ya, sebuah perpustakaan yang didirikan oleh muslim di sebuah negeri Islam untuk kemajuan peradaban Islam.


Tapi, Baitul Hikmah tidak menjadi sekadar perpustakan, ia menjelma menjadi sebuah kampus, pusat penerjemahan bahasa, dan pusat riset. All in one. Al Ma’mun memang memberi perhatian lebih terhadap literatur. Buku-buku dari berbagai penjuru dunia diterjemahkan ke bahasa Arab. Konon, Al Ma’mun akan membayar penerjemah dengan emas sesuai dengan berat buku yang diterjemahkannya. It’s such a great effort, kawan. Hal ini menjadi pewajaran jika saat itu bahasa Arab menjadi bahasa global dan intelektual.


Adanya Baitul Hikmah membuat Bagdad menjadi pusat peradaban dunia. Jadi, bisa dibayangkan ketika seorang yang sangat berprestasi dari penjuru di dunia ditanya, “Kemana kau ingin melanjutkan studi?”, dengan semangat ia akan menjawab, “Bagdad!”.


Apa kira-kira yang membuat Baitul Hikmah dapat semaju itu? 


Jawabannya adalah hal yang paling tidak disukai oleh orang sekular: karena Islam, agama yang menjadi pedoman saat itu, berjalan seiringan dan tidak bertentangan dengan sains.


Dinasti Abbasiyyah, yang dijalankan berdasarkan pedoman dan hukum Islam (setidaknya), menjadi pembeda dengan peradaban/negara teokratis lainnya yang terkesan memisahkan sains dan agama. Ga ada sejarahnya Islam memaksakan dogma ketuhanannya dan menutup pintu inovasi pengetahuan, selama hal tersebut sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah. Bahkan penemuan-penemuan ilmiah kerap bermula dari ayat-ayat Al Qur’an. Dampaknya, ilmu-imu seperti matematika, astronomi, geografi, kedokteran, dan fisika berkembang pesat.


Bahkan, tidak hanya di Bagdad, semangat keilmuan tersebut juga terbawa sampai ke Dinasti Umayyah II di Spanyol. Spanyol bahkan menjadi pusat pengetahuan ketika negara Eropa lainnya mengalami Masa Kegelapan. Selanjutnya, ilmu-ilmu yang berkembang di Bagdad dan Spanyol menjadi titik mula bangkitnya Renaisans Eropa. Ya.. walaupun kini periode Bagdad dan Spanyol tersebut tak jarang menjadi missing link sehingga orang awam kerap mengira Renaisans Eropa adalah titik mula dari kemajuan intelektual modern.


Maka, setidaknya ada 3 hal yang membuat Baitul Hikmah atau The House of Wisdom menjadi menarik : 

1. Baitul Hikmah meruntuhkan tembok pembatas teritori sebuah wilayah.

2. Bahasa Arab menjadi pemersatu kaum intelektual dari berbagai bangsa.

3.Hubungan erat antara sains dan agama.


Jadi, menurut pembedah  tersebut seperti sebuah kebetulan yang pas banget. Segala kesangsian tentang dikotomi sains dan agama pada Origin terjawab dalam bukti konkret sejarah Islam. Argumen defensif Robert Langdon tentang kemungkinan sains dan agama untuk berjalan beriringan pun ternyata memang benar adanya.


Baitul Hikmah benar-benar menjadi sebuah senja. Pelebur dan penyelaras antara dua perbedaan, siang dan malam. Indah adanya ketika sains dan agama melebur dalam satu kesatuan. Tapi, ternyata senja juga punya arti lain: pemutus antara keterangan siang menuju kegelapan malam. Begitupun ternyata Baitul Hikmah. Karena pasca pasukan Mongol menghancurkan bangunan beserta isinya tak bersisa, masa keemasan intelektual Islam pun terputus dan belum pernah sejaya saat itu lagi. 


One day we will, Insyaa Allah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

14 Mei 1948, Israel memproklamasikan Kemerdekaan

2 KERAJAAN KRISTEN DI INDONESIA YNAG MELAWAN PENJAJAH BELANDA

Perkembangan Ban dari masa ke masa